Virus Covid-19 adalah virus yang sangat berbahaya, karena bisa mengakibatkan kematian. Di Indonesia sendiri telah terjadi lebih dari 400 ribu kasus positif covid-19 dengan hampir 16 ribu orang meninggal dunia. Walaupun dengan jumlah kasus yang sangat banyak di Indonesia, pemerintah akan tetap melaksanakan pilkada. Pelaksanaan pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi 224 kabupaten dan 37 kota.
Kita tidak bisa lagi berharap pada DPR sebagai penyambung tangan dan suara rakyat untuk menunda pelaksanaan pilkada ini. Hal ini karena pada Senin, 21 September 2020 malam, DPR telah mengeluarkan Perpu NO 2 Pilkada, bahwa pilkada akan dilaksanakan serentak pada tanggal 9 Desember 2020. Pada hal sebelum dikeluarkan perpu ini, banyak pihak yang meminta agar pilkada pada tahun 2020 ditunda terlebih dahulu.
Jusuf Kalla, NU, dan Pempinan Pusat (PP) Muhammadiyah, meminta agar pilkada ditunda terlebih dahulu. Mereka berpendapat bahwa keselamatan masyarakat dimasa pandemi covid-19 merupakan hal yang paling penting dan utama saat ini. Terlebih lagi, seperti yang kita ketahui bahwa jumlah pasien covid-19 di Indonesia kian hari kian bertambah.
Hal ini tentu mengakibatkan konflik bagi Bangsa Indonesia. Dimana disini sangat terlihat pertentangan kepintingan, dimana Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan bahwa pemerintah tidak ingin pemimpin 270 daerah dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) dalam waktu bersamaan, dimana Plt tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan yang strategis.
Sementara Menteri kesehatan Terawan Agus Putranto menyarankan agar pilkada serentak 2020 tidak dilaksanakan terlebih dahulu sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut status pandemi virus covid-19 ini. Namun Presiden Jokowi sendiri menegaskan bahwa penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan, untuk menjaga kualitas demokrasi Indonesia agar demokrasi Indonesia semakin dewasa dan semakin matang.
Hal ini tentu membuat pertanyaan, apakah pilkada yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 di era pandemi virus covid-19 murni untuk kepentingan rakyat atau pemerintah? Seolah-olah pelaksanaan pilkada ini tidak bisa ditunda sama sekali. Di era pandemi saat ini sangat beresiko terhadap masyarakat untuk memilih, pelaksanaan pilkada ini seharusnya di tunda terlebih dahulu sampai virus covid-19 benar-benar dapat dikendalikan bukan untuk menghilangkan demokrasi Indonesia, tapi menunda pelaksanaan demokrasi tersebut, sampai covid-19 dapat di kendalikan.
New normal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini, seolah-olah agar virus covid-19 tidak perlu dikawatirkan oleh masyarakat dan pilkada dapat diselenggarakan tentunya. Tanpa pilkada tentu kondisi pemerintahan di Indonesia tetap bisa berjalan walaupun dengan pemerintah pelaksana tugas, daripada melaksanakan pilkada ancaman kesehatan masyarakat terhadap virus covid-19 menjadi taruhannya.
Jika pemerintah tetap melaksanankan pilkada pada bulan Desember nanti, tentu akan berimbas pada pelaksanaanya protokol kesehatan, dimana saat ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak minimal 1 meter. Walaupun kebijakan 3M yang dilakukan pemerintah bersifat memaksa masyarakat untuk menerapkanya.
Namun apakah pemerintah dapat menjamin pelaksanaan 3M berjalan dengan baik dan benar saat pilkada nanti?. Minsalnya, apakah pemerintah dapat menjamin bahwa warga yang pergi memilih nanti dapat menggunakan masker medis atau masker dengan lapisan tiga lapis. Selain itu apakah Pemerintah dapat memastikan bahwa masyarakat dapat melakukan enam langkat mencuci tangan yang baik dan benar? Dengan jumlah pemilih yang sangat banyak tentu penyelenggara pilkada nanti sangat sulit untuk mengendalikan pemilih.
Pada saat ini pemerintah menyeru agar rakyat untuk menghindari kerumunan dengan adanya kebijakan pembatasan aktivitas dengan melibatkan banyak orang dan melakukan denda apabila terjadi kerumunan masa. Namun disisi lain pada tanggal 9 Desember 2020 nanti dengan mengadakan pilkada bukankah akan mengakibatkan kerumunan masa? Seolah-olah pemerintah memberikan peluang terjadinya konsentrasi masa, yang akan berakibat meningkatnya kasus positif covid-19
Pilkada yang dilakukan pada pandemi covid-19 saat ini, tentu akan mengakibatkan meningkatkan golongan putih atau yang lebih kita kenal dengan istilah golpu. Pada saat kondisi normal saja angkat golput di Indonesia telah mencapai 30 persen. Tentu nantinya apabila pilkada tetap dilaksanakan pada pandemi covid-19 dapat meningkatkan angka golput di Indonesia. Bagaimana jika nanti partisipasi pemilih saat pilkada pada 9 Desember 2020 tidak mencapai 50 persen?
Tentunya apabila terjadi partisipasi pemilih yang sedikit, yang berakibat kepada para pemimpin yang dipilih bukan berdasarkan kepada suara mayoritas rakyat. Tapi hanya dipilih oleh segelintir orang. Apakah demokrasi yang seperti ini, yang menjadi keinginan pemerintah di negara yang demokrasi? Sangat terlihat bahwa banyak orang berlomba lomba ingin menduduki kekuasaan, namun tidak perduli akan kondisi rakyat.
Sebaiknya pilkada di nomor duakan dan mengutamakan kesehatan rakyat. Hal ini karena pilkada di Indonesia masih dilakukan secara manual. Namun apabila vaksin covid-19 telah ditemukan dan dapat disalurkan kepada rakyat. Maka tidak ada salahnya pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020 tetap berjalan. Namun sampai saat ini belum ada kepastian akan vaksin covid-19 ini, padahal bulan Desember sudah di depan mata. Bulan Desember tidak sampai satu bulan lagi sebaiknya pemerintah berpikir matang-matang akan penyelenggaraan pilkada ini.
Penulis : Anggun dan Jumansa, mahasiswa universitas Jambi, prodi ilmu pemerintahan.